SENTANI, KABARTANAHMERAH.COM – Pengelolaan limbah, secara khusus limbah yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) di Provinsi Papua belum ditangani secara optimal. Pasalnya, berbeda pengelolaan limbah Non B3 dan limbah B3 berbeda.
“Limbah B3 membutuhkan pengelolaan yang lebih ketat”. Demikian disampaikan Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkugan Hidup Provinsi Papua, Jan Jap L. Ormuseray, SH, MSi, ketika membuka Sosialisasi Pengelolaan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) di Hotel Aston, Jayapura, Kamis (1/9/2022).
Sosialisasi Pengelolaan Limbah B3 di Provinsi Papua ini dihadiri Direktorat Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 KLHK RI, Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Papua selaku Koordinator UPT KLHK di Papua, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Papua, Kepala OPD Provinsi Papua, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota serta undangan yang hadir maupun yang mengikuti secara virtual.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Jan Jap Ormuseray, SH.,M.Si atau yang akrab di sapa JJO mengatakan, pengelolaan limbah B3 wajib menggunakan prinsip From Cradle to Grave,
atau pencegahan pencemaran yang dilakukan sejak dihasilkannya limbah sampai dengan ditimbun atau dikubur (dihasilkan dikemas, digudangkan atau penyimpanan, ditransportasikan, didaur ulang, diolah, dan ditimbun atau dikubur) wajib dilakukan sesuai prinsip pengelolaan limbah B 3.
Menurut JJO, isu lingkungan hidup sering kali dianggap sebagai penghambat pembangunan dan menjadi beban yang selalu dihindari, karena memiliki cost yang cukup besar dalam pengelolaannya.
“Tak dapat dipungkiri, jika kondisi tersebut menyebabkan kita mengesampingkan pengelolaan lingkungan yang baik, dan mengejar keuntungan dari aspek ekonomi,” jelasnya.
Dikatakan, manusia yang prilakunya sangat mempengaruhi kelangsungan kehidupan di alam ini. Hal ini bisa dilihat kondisi Kota Jayapura maupun kota-kota lain di Papua. JJO menjelaskan, prilaku membuang sampah di sembarang tempat, prilaku tak menggunakan bahan yang ramah lingkungan, prilaku melihat sampah sebagai bahan yang tak bernilai ekonomi, menyebabkan pengelolaan sampah belum dilakukan secara optimal atau belum menerapkan prinsip 3 R (Reuse, Reduce dan Recycle).
OLEH Oleh karena itu, ujarnya, perlu disadari dan dicermati di berbagai jenis usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan B3 dan menghasilkan limbah B3 seperti rumah sakit, industri kayu lapis, perkebunan kelapa sawit, pembangkit listrik, fuel terminal bahan bakar dan lain sebagainya, masih terdapat limbah yang belum dikelolah dengan baik.
Namun demikian, terangnya, berbeda dengan pengeloaan limbah B3 pada kegiatan penyimpanan limbah B3, pada dasarnya telah dilaksanakan oleh sebagian besar penanggungjawab usaha, dan/atau kegiatan, tapi untuk pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan pengangkutan dan penimbunan masih menjadi kendala, mengingat minimnya jasa pengolah limbah B3 berizin yang beroperasi di Provinsi Papua.
Dikatakan, berdasarkan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua tahun 2020-2022 terhadap sejumlah sektor baik pertambahan, energi, kesehatan, kesehatan, kehutanan, industri, perkebunan dan sektor lainnya, terdapat beberapa permasalahan/kendala dalam pengelolaan limbah B 3.
Pertama, tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3 atau persetujuan teknis pengelolaan limbah B 3.
Kedua, pemahaman terhadap pengelolaan limbah B 3 masih rendah terkait prosedur/tata cara persetujuan teknis limbah B 3 untuk kegiatan pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, pengangkutan dan penimbunan.
Ketiga, komitmen pengelolaan yang masih rendah
Keempat, ketersediaan pembiayaan pengelolaan limbah B 3 masih kurang.
Penulis : Redaksi ( Isco**)
Jika ada saran dan masukan silakan mengisi pada formulir berikut: