Home / EKONOMI / LINGKUNGAN / PAPUA / SOSIAL BUDAYA

Minggu, 4 Juni 2023 - 18:46 WIB

Menjaga Perairan Teluk Tanah Merah Dengan Tiyaitiki

- Penulis

Perairan Tanah Nampak Suasana Pantai Kelrimpong saat itu. ( Foto : ShotPaceh98 / FB : Syawai Oyai )

Perairan Tanah Nampak Suasana Pantai Kelrimpong saat itu. ( Foto : ShotPaceh98 / FB : Syawai Oyai )

Oleh : Krist Ansaka/The Indonesia Locally Managed Marine Area (LMMA Indonesia)

PAGI itu, 31 Agustus 2022 yang lalu, perairan Teluk Tanah Merah di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, nampak tenang. Speedboad yang membawa penumpang dari berbagai kampung, terus bergantian masuk di Dermaga Depapre. Sementara itu, para nelayan yang mencari ikan, tak perlu lagi melaut jauh-jauh. Hanya beberapa jam saja, mereka kembali ke kampung dengan membawa ikan yang banyak dengan ukuran yang besar-besar.

Kleman Esuwe (45), salah satu nelayan dari Kampung Tablasupa, pagi itu, baru saja kembali ke rumahnya, setelah semalam, ia memancing. Hasilnya, ada ikan Bobara, ikan Sabel, ikan ekor kuning, dan berbagai jenis ikan lainnya.

Hasil tangkapanya itu akan dijual di Depapre. Harganya berkisar antara Rp50.000,00 sampai Rp100.000,00. “Di Depapre, sudah ada pembeli yang menjadi langganan. Saya tidak menjual semua hasil tangkapan, tapi sebagian saya simpan di-coolbox. Dari ikan-ikan yang saya jual, hasilnya berkisar antara Rp 1 juta hingga 1,5 juta,” ujar Klemen Asuwe sambil menunjuk ikan-ikan hasil pancingannya.

Begitu pun dengan Efraim Esuwe, nelayan asal Kampung Tablanusu. Ia tak perlu jauh-jauh lagi melaut untuk mencari ikan.  Dengan speedboad yang dimilikinya itu, ia menuju sero apung sebagai sarana pengumpul ikan yang terpasang di batas Teluk Tanah Merah. Satu atau dua jam kemudian, ia kembali dengan membawa ikan yang banyak dengan ukuran yang besar-besar.

Jenis ikan yang didapat oleh Efraim yaitu ikan Tengiri, Ikan Deho, Ikan Kembung, dan berbagai jenis ikan lainnya.

Nelayan seperti Klemen dan Efraim serta nelayan lainnya di Kampung Tablasupa dan Tablanusu, kini tak perlu lagi pergi jauh-jauh melaut untuk mencari ikan. Ikan di perairan Teluk Tanah Merah, cukup tersedia sehingga para nelayan yang mencari ikan dengan jarak yang dekat dapat membawa pulang ikan yang banyak dengan ukuran yang besar-besar.

Ikan dan biota laut di Teluk Tanah Merah terjaga baik lantaran masyarakat adat Suku Tepera di Distrik Depapre yang mendiami Teluk Tanah Merah ini, punya  kebiasaan atau kearifan untuk menjaga laut dan darat. Mereka mengangap laut dan darat itu, ibarat seorang mama (ibu) yang memberikan makan dan kehidupan bagi anak-anaknya. Kebiasaan menjaga laut dan darat ini disebut Nawa bukong makong.

Nawa bukong makong diibaratkan sebagai “air susu ibu.” Filosofi ini diimplementasi dalam pengelolaan dan perlindungan laut yang dikenal dengan tiyaitiki untuk suku Tepera, tiyaitikete untuk suku Yokari, dabom dan takar untuk suku Souw Warry.

Tiyaitikitiyaitikete, dan dabom yaitu kebiasaan untuk menutup atau melarang mengambil biota laut tertentu pada kawasan dan waktu tertentu. Orang Maluku juga menyebutnya Sasi.

Tiyaitiki atau kearifan yang dimiliki masyarakat adat Suku Tepera di Depapre, Teluk Tanah Merah, untuk melarang mengambil biota laut, sempat mengalami pelemahan sistem dan mulai luntur sekitar tahun 1980-an.

Terkikisnya nilai-nilai kearifan ini karena adanya peningkatan jumlah penduduk dan perubahan sosial budaya, pengetahuan tradisional semakin luntur atau tidak dilakukan lagi oleh masyarakat. Kondisi ini mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam yang tidak memperhatikan kondisi ekologi dan sosial budaya. Orang dari luar datang menangkap ikan, membuka hutan dan lahan untuk pembangunan jalan atau sarana lainnya, penggunaan bahan yang tidak ramah lingkungan, dan lain-lain.

Kemudian, sekitar tahun 2005, The Indonesia Locally Managed Marine Area (LMMA Indonesia) yang merupakan sebuah jaringan belajar bersama masyarakat dengan pendekatan pengelolaan kawasan laut masuk ke Teluk Tanah Merah.

Menurut Elizabeth Holle, Koordinator LMMA Indonesia untuk Kawasan Jayapura, bahwa sejak tahun 2005, LMMA Indonesia bersama masyarakat Teluk Tanah Merah di Pantai Utara Kabupaten Jayapura, mulai belajar secara partisipatif dan berkembang dengan kegiatan pengelolaan laut di kampung.

Pengelolaan laut dilakukan menetapkan lokasi lindung berdasarkan pengetahuan masyarakat adat suku Tepera, Yokari dan Sou Warry yaitu Tiyaitiki, Tiyaitikete dan Dabom.

Pengetahuan yang sebelumnya dituturkan secara lisan, kemudian diperkuat dengan Peraturan Kampung tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang sekaligus menjadi pedoman pelaksaaan pengelolaan, pemanfaatan dan perlindungan wilayah laut kampung. Peraturan ini disusun secara partisipatif oleh masyarakat, dapat dilakukan oleh masiang-masing kampung maupun bersama beberapa kampung, dan dilengkapi dengan peta kawasan tangkapan nelayan dan lokasi lindungnya. Semakin banyak kampung yang terlibat, maka semakin terjaga pula laut serta sumber daya yang terdapat di dalamnya.

Untuk memperkuat kapasitas dalam pengelolaan sumber daya alamnya, masyarakat Tablasupa dan Tablanusu dibekali pengetahuan tentang konservasi laut yang difasilitasi oleh LMMA Indonesia. “Kami sendiri sudah punya kebiasaan menjaga laut dan untuk memperkuat, dan melestarikan kebiasaan untuk menjaga laut, maka LMMA memfasilitasi kami dengan pengetahuan konservasi laut berdasarkan kebiasaan menjaga laut dan darat yang diwariskan turun temurun,” ungkap Efraim Suwae, salah satu toko adat yang juga Koordinator Konservasi di Kampung Tablanusu saat ditemui di Kampung Tablanusi (30/8).

“Kami memberi pengetahuan dan ketrampilan agar masyarakat dapat mengelola laut secara partisipatif  berdasarkan pengetahuan tradisional. Kami datang ke kampung- kampung tidak memberikan uang. Tapi dengan pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat bisa berkembang tanpa bantuan dana,” ungkap Lies, nama kecil Elizabeth Holle yang akrab dipanggil.

Menurut Lies, dalam Laporan Kegiatan LMMA Indonesia tentang Program Konservasi PLKL Kawasan Jayapura periode Juli 2017 – November 2019, menyebutkan tujuan program ini antara lain untuk peningkatan pengelolaan lokasi lindung; peningkatan pengelolaan potensi laut kampung; dan peningkatan kemampuan pimpinan tingkat kampung dalam implementasi Peraturan PSDA. Selain itu untuk memenuhi target dan cita-cita besar LMMA Indonesia untuk menjangkau 500 kampung pesisir dalam pengelolaan kawasan laut.

Lies Holle menjelaskan, selama melakukan pendampingan masyarakat telah menetapkan lokasi Daerah Perlindungan Laut (DPL) di Yongsu Bo di Kampung Tablasupa, Sensau di Kampung Tablanusu dan Sombiyei di Kampung Demokisi. Dengan adanya lokasi lindung ini akan memberikan peluang bagi ikan samandar dan teripang untuk berkembang tak jauh dari kampung dengan jumlah yang banyak.

Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil monitoring Ikan Samandar dan Teripang pada Maret 2005 sampai September 2009 di Yongsu Bo, Tablasupa, yang tertuang dalam laporan kegiatan LMMA Indonesia, menunjukan bahwa kegiatan pengelolaan laut kampung dan partisipasi masyarakat untuk menjaga lokasi lindung berdampak pada meningkatnya kesehatan habitat dan populasi ikan Samandar dan Teripang.

Begitupun dengan Teripang di Sensau, Tablanusu. Masyarakat menjaga dan melindungi lokasi itu sehingga kesehatan habitat biota laut terjaga dan populasi teripang cenderung meningkat secara bertahap.

Selain itu, ada survei hasil tangkapan nelayan yang dilakukan oleh tim Konservasi Kampung Tablasupa dan Tablanusu. Tim konservasi melakukan survei selama 14 hari pada bulan Maret, Juni, September dan November sejak tahun 2010 – 2019, mencatat semua hasil tangkapan yang dibawa pulang dari melaut, survei ini menunjukan ada peningkatan hasil tangkapan setiap tahun, dan hasil tangkapan nelayan pada tahun 2019 lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Jenis ikan yang banyak ditangkap adalah kelompok ikan pelagis kecil, Selar Kuning atau kawalina.

“Berdasarkan hasil monitoring yang kami lakukan, wilayah tangkapan, tidak jauh dari kampung, dan ikan yang ditangkap cukup banyak dan besar-besar. Ini adalah bukti, bahwa masyarakat sangat menjaga lingkungan laut,” ungkap John Suwae, anggota tim konservasi di Kampung Tablanusu yang mulai tergabung dengan LMMA Indonesia sejak 2006. (Krist Ansaka/The Indonesia Locally Managed Marine Area (LMMA Indonesia)

Editor: IscoSumber: Krist Ansaka

Share :

Baca Juga

EKONOMI

Jan Jap Ormuseray, Jamur Sagu Dapat Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Adat

SOSIAL BUDAYA

Gedung Gereja GKI Kasih Klasis Nimboran Telah Diresmikan

SOSIAL BUDAYA

Panen Mujair Milik Warga Binaan Polres Jayapura

SOSIAL BUDAYA

48 Peserta Ikut Lomba Gaplek Pasangan, di Stan Kampung Sereh, Ramaikan Penutupan FDS KE-XIII 2023

BERITA

Danrem 172/PWY Ungkap Aksi Keji KST Dan Tegaskan Menahan Pilot Susi Air Adalah Tindakan Pengecut

PAPUA

Kerja Bakti TNI-Polri Dan Pemda Bersama Masyarakat Membangun Kembali Distrik Kiwirok

SOSIAL BUDAYA

PGGJ Gelar Gerbang Natal Bersama Seluruh Umat dan Denominasi Gereja di Kabupaten Jayapura

PAPUA

Tanggapan Sekda Hana Hikoyabi,  Setelah diangkat menjadi PLH Bupati Kabupaten Jayapura